Diberdayakan oleh Blogger.

Jumat, 06 Maret 2015

AGAMA DAN KEHIDUPAN MANUSIA


ANTARA AGAMA DENGAN KEHIDUPAN MANUSIA

              Pembahasan tentang hubungan manusia dan agama, sejak dahulu, merupakan  topik yang  sangat menarik bagi para pemikir dan cendekiawan.  Mungkin hal itu disebabkan oleh fakta sejarah umat manusia dengan suku bangsanya yang beragam bercerita kepada kita akan keterkaitan makhluk Tuhan ini dengan agama. Umat manusia secara umum meyakini adanya Tuhan yang menciptakan alam dan wajib untuk dipuja dan disembah. Keyakinan yang demikian itu merupakan asas dan pokok dari sebuah agama.
              Agama memberikan penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang memilki potensi untuk berahlak baik (takwa) atau buruk (fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri manusia karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti naluri makan/minum, seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi takwa seseorang lemah, karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka prilaku manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh potensi fujurnya yang bersifat instinktif atau implusif (seperti berzina, membunuh, mencuri, minum-minuman keras, atau menggunakan narkoba dan main judi).Agar hawa nafsu itu terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama), maka potensi takwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui pendidikan agama dari sejak usia dini. Apabila nilai-nilai agama telah terinternalisasi dalam diri seseorang maka dia akan mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia yang bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri (self control) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
              Atas dasar itulah saya mengangkat dan membahas tema ini agar supaya kita mengetahui dan menjadi tolak ukur bagi kita semua bagaimana pembahasan MANUSIA DAN AGAMA itu sendiri, apabila di bahas dari kacamata agama islam dan Bagaimana pendapat para pemikir dalam membahas hal ini, hal tersebut kami rangkum dalam makalah ini.

1.    Pengertian Manusia dalam Alqur’an
        Quraish Shihab mengutip dari Alexis Carrel dalam “Man the Unknown”, bahwa banyak kesukaran yang dihadapi untuk mengetahui hakikat manusia, karena keterbatasan-keterbatasan manusia sendiri.
Istilah kunci yang digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk pada pengertian manusia menggunakan kata-kata basyar, al-insan, dan ann-nas.
          Kata basyar disebut dalam Al-Qur’an 27 kali. Kata basyar menunjuk pada pengertian manusia sebagai makhluk biologis (QS Ali ‘Imran [3]:47) tegasnya memberi pengertian kepada sifat biologis manusia, seperti makan, minum, hubungan seksual dan lain-lain.
Kata al-insan dituturkan sampai 65 kali dalamAl-Qur’an yang dapat dikelompokkan dalam tiga kategori. Pertama al-insan dihubungkan dengan khalifah sebagai penanggung amanah (QS Al-Ahzab [3]:72), kedua al-insan dihubungankan dengan predisposisi negatif dalam diri manusia misalnya sifat keluh kesah, kikir (QS Al-Ma’arij [70]:19-21) dan ketiga al-insan dihubungkan dengan proses penciptaannya yang terdiri dari unsur materi dan nonmateri (QS Al-Hijr [15]:28-29). Semua konteks al-insan ini menunjuk pada sifat-sifat manusia psikologis dan spiritual.
         Kata an-nas yang disebut sebanyak 240 dalam Al-Qur’an mengacu kepada manusia sebagai makhluk sosial dengan karateristik tertentu misalnya mereka mengaku beriman padahal sebenarnya tidak (QS Al-Baqarah [2]:8)
         Dari uraian ketiga makna untuk manusia tersebut, dapatdisimpulkan bahwa manusia adalah mahkluk biologis,psikologis dan sosial. Ketiganya harus dikembangkan dan diperhatikan hak maupun kewajibannya secara seimbang dan selalu berada dalam hukum-hukum yang berlaku (sunnatullah).


2.    Tujuan Penciptaan Manusia
        Kata “Abdi” berasal dari kata bahasa Arab yang artinya memperhambakan diri, ibadah (mengabdi/memperhambakan diri). Manusia diciptakan oleh Allah agar ia beribadah kepada-Nya. Pengertian ibadah di sini tidak sesempit pengertian ibadah yang dianut oleh masyarakat pada umumnya, yakni kalimat syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji tetapi seluas pengertian yang dikandung oleh kata memperhambakan dirinya sebagai hamba  Allah. Berbuat sesuai dengan kehendak dan kesukaann (ridha) Nya dan menjauhi apa yang menjadi larangan-Nya.
3.    Fungsi dan Kedudukan Manusia
       Sebagai orang yang beriman kepada Allah, segala pernyataan yang keluar dari mulut tentunya dapat tersingkap dengan jelas dan lugas lewat kitab suci Al-Qur’an sebagai satu kitab yang abadi. Dia menjelaskan bahwa Allah menjadikan manusia itu agar ia menjadi khalifah (pemimpin) di atas bumi ini dan kedudukan ini sudah tampak jelas pada diri Adam (QS Al-An’am [6]:165 dan QS Al-Baqarah [2]:30) di sisi Allah menganugerahkan kepada manusia segala yang ada dibumi, semula itu untuk kepentingan manusia (ia menciptakan untukmu seluruh apa yang ada dibumi ini. (QS Al-Baqarah [2]:29). Maka sebagai tanggung jawab kekhalifahan dan tugas utama umat manusia sebagai makhluk Allah, ia harus selalu menghambakan dirinyakepada Allah Swt.
       Untuk mempertahankan posisi manusia tersebut, Tuhan menjadikan alam ini lebih rendah martabatnya daripada  manusia. Oleh karena itu, manusia diarahkan Tuhan agar tidak tunduk kepada alam, gejala alam (QS Al-Jatsiah [45]:13) melainkan hanya tunduk kepada-Nya saja sebagai hamba Allah (QS Al-Dzarait [51]:56). Manusia harus menaklukanya, dengan kata lain manusia harus membebaskan dirinya dari mensakralkan atau menuhankan alam.
Jadi dari uraian tersebut diatas bisa ditarik kesimpulan secara singkat bahwa manusia hakikatnya adalah makhluk biologis, psikolsogi dan sosial yang memiliki dua predikat statusnya dihadapan Allah sebagai Hamba Allah (QS Al-Dzarait [51]:56) dan fungsinya didunia sebagai khalifah Allah (QS Al-Baqarah [2]:30); al-An’am [6]:165), mengantur alam dan mengelolanya untuk mencapai kesejahteraan kehidupan manusia itu sendiri dalam masyarakat dengan tetap tunduk dan patuh kepada sunnatullah.
              

PENGERTIAN MANUSIA SECARA ISLAM
Hakikat Manusia

            Ketika berbicara tentang manusia, Al-Qur’an menggunakan tiga istilah pokok. Pertama, menggunakan kata yang terdiri atas huruf alif, nun, dan sin, seperti kata insan, ins, naas, dan unaas. Kedua, menggunakan kata basyar. Ketiga, menggunakan kata Bani Adam dan dzurriyat Adam.
Menurut M. Quraish Shihab, kata basyar terambil dari akar kata yang bermakna penampakan sesuatu dengan baik dan indah. Dari akar kata yang sama lahir kata basyarah yang berarti kulit. Al-Qur’an menggunakan kata basyar sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan sekali dalam bentuk mutsanna untuk menunjuk manusia dari sudut lahiriahnya serta persamaannya dengan manusia seluruhnya. Dengan demikian, kata basyar dalam Al-Qur’an menunjuk pada dimensi material manusia yang suka makan, minum, tidur, dan jalan-jalan. Dari makna ini lantas lahir makna-makna lain yang lebih memperkaya definisi manusia. Dari akar kata basyar lahir makna bahwa proses penciptaan manusia terjadi secara bertahap sehingga mencapai tahap kedewasaan.

AGAMA

Pengertian Agama
            Kata agama dalam bahasa Indonesia berarti sama dengan “din” dalam bahasa Arab dan Semit, atau dalam bahasa Inggris “religion”. Dari arti bahasa (etimologi) agama berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi turun temurun. Sedangkan kata “din” menyandang arti antara lain menguasai, memudahkan, patuh, utang, balasan atau kebiasaan.
            Secara istilah (terminologi) agama, seperti ditulis oleh Anshari bahwa walaupun agama, din, religion, masing-masing mempunyai arti etimologi sendiri-sendiri, mempunyai riwayat dan sejarahnya sendiri-sendiri, namun dalam pengertian teknis terminologis ketiga istilah tersebut mempunyai makna yang sama, yaitu:
a.   Agama, din, religion adalah satu sistem credo (tata keimanan atau tata keyakinan) atas adanya Yang Maha Mutlak diluar diri manusia;
b. Agama juga adalah sistem ritus (tata peribadatan) manusia kepada yang dianggapnya Maha Mutlak tersebut
c. Di samping merupakan satu sistema credo dan satu sistema ritus, agama juga adalah satu sistem norma (tata kaidah atau tata aturan) yang mengatur hubungan manusia sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam lainnya, sesuai dan sejalan dengan tata keimanan dan tata peribadatan termaktub diatas.

          Menurut Durkheim, agama adalah sistem kepercayaan dan praktik yang dipersatukan yang berkaitan dengan hal-hal yang kudus. Bagi Spencer, agama adalah kepercayaan terhadap sesuatu yang Maha Mutlak. Sementara Dewey, menyatakan bahwa agama adalah pencarian manusia terhadap cita-cita umum dan abadi meskipun dihadapkan pada tantangan yang dapat mengancam jiwanya; agama adalah pengenalan manusia terhadap kekuatan gaib yang hebat.
          Dengan demikian, mengikuti pendapat Smith, tidak berlebihan jika kita katakan bahwa hingga saaat ini belum ada definisi agama yang benar dan dapat ditarima secara universal.


    Fungsi Agama

·       Sumber pedoman hidup bagi individu maupun kelompok
·       Mengatur tata cara hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia.
·       Merupakan tuntutan tentang prinsip benar atau salah
·       Pedoman mengungkapkan rasa kebersamaan
·       Pedoman perasaan keyakinan
·       Pedoman keberadaan
·       Pengungkapan estetika (keindahan)
·       Pedoman rekreasi dan hiburan
       ·       Memberikan identitas kepada manusia sebagai umat dari suatu agama.

           KARATERISTIK AGAMA

Karakteristik agama dalam kehidupan manusia seperti halnya bangunan yang sempurna. Seperti dalam salah satu sabda nabi Muhammmad,bahwa beliau adalah penyempurna bangunan agama tauhid yang telah dibawa oleh para nabi dan rosul sebelum kedatangan beliau.
Layaknya sebuah bangunan agamapun harus memiliki rangka yang kokoh, tegas, dan jelas. Rangka yang baik adalah rangka yang menguatkan bangunan yang akan dibangun diatasnya. Memiliki ukuran yang simetris satu sama lainnya. Komposisi bahan yang tepat karena berperan sebagai penopang. Oleh sebab itu, kerangka harus memiliki luas yang cukup atau memiliki perbandingan yang sesuai dengan bangunannnya. Itulah sebaik-baiknya agama dengan demikian agama pada dasarnya berperan sebagai pedoman kehidupan manusia, untuk menjalani kehidupannya dibumi. Manusia akan kehilangan pedoman atau pegangan dalam menjalani kehidupan di dunia bila tidak berpedoman pada agama. Dewasa ini agama mengalami beralih dan berpedoman kepada akal logikanya. Padahal akal dan logika manusia memiliki keterbatasan yaitu keterbatasan melihat masa depan. Sedangkan agama telah disusun sedemikian rupa oleh sang pencipta agar menjadi pedoman sepanjang hayat manusia. Akibat dari skularisme ini mnimbulkan gaya hidup baru bagi kaum muslim yakni gaya hidup hedomisme dan pragmatis.

Adapun karakteristik agama pada umumnya adalah sebagai berikut:
 1. Agama adalah suatu sistem tauhid atau sistem ketuhanan(keyakinan) terhadap eksistensi suatu yang absolut(mutlak), diluar diri manusia yang merupakan pangkal pertama dari segala sesuatu termasuk dunia dengan segala isinya.
 2.  Agama merupakan sistem ritual atau peribadatan(penyembahan) dari manusia kepada suatu yang absolut.
 3.  Agama adlah suatu sistem nilai atau norma (kaidah) yang menjadi pola hubungan manusiawi antara sesama manusia dan pola hubungan dengan ciptaan lainnya dari yang absolut. 


HUBUNGAN AGAMA DENGAN MANUSIA DALAM KEHIDUPAN
           
Agama dan kehidupan beragama merupakan unsur yang tak terpisahkan dari kehidupan dan sistem budaya umat manusia. Sejak awal manusia berbudaya, agama dan kehidupan beragama tersebut telah menggejala dalam kehidupan, bahkan memberikan corak dan bentuk dari semua perilaku budayanya. Agama dan perilaku keagamaan tumbuh dan berkembang dari adanya rasa ketergantungan manusia terhadap kekuatan goib yang mereka rasakan sebagai sumber kehidupan mereka. Mereka harus berkomunikasi untuk memohon bantuan dan pertolongan kepada kekuatan gaib tersebut, agar mendapatkan kehidupan yang aman, selamat dan sejahtera. Tetapi “apa” dan “siapa” kekuatan gaib yang mereka rasakan sebagai sumber kehidupan tersebut, dan bagaimana cara berkomunikasi dan memohon peeerlindungan dan bantuan tersebut, mereka tidak tahu. Mereka hanya merasakan adanya da kebutuhan akan bantuan dan perlindunganya. Itulah awal rasa agama, yang merupakan desakan dari dalam diri mereka, yang mendorong timbulnya perilaku keagamaan. Dengan demikian rasa agama dan perilaku keagamaan (agama dan kehidupan beragama) merupakan pembawaan dari kehidupan manusia, atau dengan istilah lain merupakan “fitrah” manusia.

Perkembangan Agama Dan Kehidupan Budaya Manusia
           
Pada tahap awalnya nampak bahwa agama mendominasi kehidupan budaya masyarakat, kemudian dengan adanya perkembangan akal dan budidaya manusia, maka mulai nampak gejala terjadinya proses pergeseran dominasi agama tersebut, yang pada giliran selanjutnya tersingkirkan dalam kehidupan budaya suatu masyarakat. Namun demikan dengan tersingkirnya dominasi agama itu, maka pertumbuhan dan perkembangan sistem budaya dan peradaban manusia nampak menjadi kehilangan arah dan tujuannya yang pasti, sehingga mereka memerlukan lagi terhadap agama, bukan sebagai yang mendomianasi, tetapi sebagai petunjuk da pengarah kehidupan mereka.
Perkembangan agama dan kehidupan budaya umat manusia dalam proses sejarah yang panjang tersebut dapat dilihat secara selintas pada pertumbuhan dan perkembangan manusia secara individual. Pada tahap awalnya kehidupan manusia diliputi oleh ketidak-tahuan dan ketidak-berdayaan, sehingga sifat ketergantungan pada orang tua (yang memelihara) sangat menonjol. Setelah akal fikiran dan kemampuan budidayanya tumbuh dan berkembang, maka sifat ketergantungan itu semakin berkurang, dan setelah menginajak dewasa sifat kemandiriannya inilah manusia memerlukan adanya pedoman hidup, karena tanpa pedoman/tujuan yang pasti, maka kemandirian akan menimbulkan kekacauan dan malapetaka dalam kehidupan manusia. Kemudian pada masa tua, dimana kemampuan akal fikiran dan budidaya manusia sudah mulai berkurang, maka manusia memerlukan kembali tempat bergantung yang pasti sebagai tempat kembali.
Kalau di hubungkan dengan hukum perkembangan, ketiga tahap perkembangan jiwa atau masyarakat/budaya manusia itu adalah pada tahap awal (masa kanak-kanak) disebut dengan tahap teologik, fiktif; masa remaja (masa tumbuh dan berkembangnya pemikiran abstrak) sebagai tahap metafisik atau abstrak; dan masa dewasa sebagai tahap positif atau riil. Sedangkan masa tua sebagai kelanjutan perkembangan lebih lanjut dari tahap positif  atau riil tersebut.


KESIMPULAN

Manusia hakikatnya adalah makhluk biologis, psikolsogi dan sosial yang memiliki dua predikat statusnya dihadapan Allah sebagai Hamba Allah dan fungsinya didunia sebagai khalifah Allah), mengantur alam dan mengelolanya untuk mencapai kesejahteraan kehidupan manusia itu sendiri dalam masyarakat dengan tetap tunduk dan patuh kepada sunnatullah. Rasa agama dan perilaku keagamaan (agama dan kehidupan beragama) merupakan pembawaan dari kehidupan manusia, atau dengan istilah lain merupakan “fitrah” manusia.






 

Blogger news

About

stay