ANTARA AGAMA DENGAN
KEHIDUPAN MANUSIA
Pembahasan tentang
hubungan manusia dan agama, sejak dahulu, merupakan topik yang
sangat menarik bagi para pemikir dan cendekiawan. Mungkin hal itu
disebabkan oleh fakta sejarah umat manusia dengan suku bangsanya yang beragam
bercerita kepada kita akan keterkaitan makhluk Tuhan ini dengan agama. Umat
manusia secara umum meyakini adanya Tuhan yang menciptakan alam dan wajib untuk
dipuja dan disembah. Keyakinan yang demikian itu merupakan asas dan pokok dari
sebuah agama.
Agama memberikan
penjelasan bahwa manusia adalah mahluk yang memilki potensi untuk berahlak baik
(takwa) atau buruk (fujur) potensi fujur akan senantiasa eksis dalam diri
manusia karena terkait dengan aspek instink, naluriah, atau hawa nafsu, seperti
naluri makan/minum, seks, berkuasa dan rasa aman. Apabila potentsi takwa
seseorang lemah, karena tidak terkembangkan (melalui pendidikan), maka prilaku
manusia dalam hidupnya tidak akan berbeda dengan hewan karena didominasi oleh potensi
fujurnya yang bersifat instinktif atau implusif (seperti berzina, membunuh,
mencuri, minum-minuman keras, atau menggunakan narkoba dan main judi).Agar hawa
nafsu itu terkendalikan (dalam arti pemenuhannya sesuai dengan ajaran agama),
maka potensi takwa itu harus dikembangkan, yaitu melalui pendidikan agama dari
sejak usia dini. Apabila nilai-nilai agama telah terinternalisasi dalam diri
seseorang maka dia akan mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia yang
bertakwa, yang salah satu karakteristiknya adalah mampu mengendalikan diri
(self control) dari pemuasan hawa nafsu yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
Atas dasar itulah saya
mengangkat dan membahas tema ini agar supaya kita mengetahui dan menjadi tolak
ukur bagi kita semua bagaimana pembahasan MANUSIA DAN AGAMA itu sendiri,
apabila di bahas dari kacamata agama islam dan Bagaimana pendapat para pemikir
dalam membahas hal ini, hal tersebut kami rangkum dalam makalah ini.
1. Pengertian Manusia dalam Alqur’an
Quraish Shihab
mengutip dari Alexis Carrel dalam “Man the Unknown”, bahwa banyak kesukaran
yang dihadapi untuk mengetahui hakikat manusia, karena
keterbatasan-keterbatasan manusia sendiri.
Istilah kunci yang
digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk pada pengertian manusia menggunakan
kata-kata basyar, al-insan, dan ann-nas.
Kata basyar disebut dalam Al-Qur’an 27 kali.
Kata basyar menunjuk pada pengertian
manusia sebagai makhluk biologis (QS Ali ‘Imran [3]:47) tegasnya
memberi pengertian kepada sifat biologis manusia, seperti makan, minum,
hubungan seksual dan lain-lain.
Kata al-insan dituturkan sampai
65 kali dalamAl-Qur’an yang dapat dikelompokkan dalam tiga kategori. Pertama al-insan dihubungkan dengan
khalifah sebagai penanggung amanah (QS Al-Ahzab [3]:72), kedua al-insan dihubungankan dengan
predisposisi negatif dalam diri manusia misalnya sifat keluh kesah, kikir (QS
Al-Ma’arij [70]:19-21) dan ketiga
al-insan dihubungkan dengan proses penciptaannya yang terdiri dari unsur
materi dan nonmateri (QS Al-Hijr [15]:28-29). Semua
konteks al-insan ini menunjuk pada
sifat-sifat manusia psikologis dan spiritual.
Kata an-nas yang disebut sebanyak 240 dalam Al-Qur’an mengacu kepada
manusia sebagai makhluk sosial dengan karateristik tertentu misalnya mereka
mengaku beriman padahal sebenarnya tidak (QS Al-Baqarah [2]:8)
Dari uraian ketiga
makna untuk manusia tersebut, dapatdisimpulkan bahwa manusia adalah mahkluk
biologis,psikologis dan sosial. Ketiganya harus dikembangkan dan diperhatikan
hak maupun kewajibannya secara seimbang dan selalu berada dalam hukum-hukum
yang berlaku (sunnatullah).
2.
Tujuan Penciptaan Manusia
Kata “Abdi” berasal dari kata bahasa Arab yang artinya memperhambakan diri,
ibadah (mengabdi/memperhambakan diri). Manusia diciptakan oleh Allah agar ia
beribadah kepada-Nya. Pengertian ibadah di sini tidak sesempit pengertian
ibadah yang dianut oleh masyarakat pada umumnya, yakni kalimat syahadat,
shalat, puasa, zakat, dan haji tetapi seluas pengertian yang dikandung oleh
kata memperhambakan dirinya sebagai hamba
Allah. Berbuat sesuai dengan kehendak dan kesukaann (ridha) Nya dan
menjauhi apa yang menjadi larangan-Nya.
3. Fungsi dan Kedudukan Manusia
Sebagai orang yang beriman kepada
Allah, segala pernyataan yang keluar dari mulut tentunya dapat tersingkap
dengan jelas dan lugas lewat kitab suci Al-Qur’an sebagai satu kitab yang
abadi. Dia menjelaskan bahwa Allah menjadikan manusia itu agar ia menjadi
khalifah (pemimpin) di atas bumi ini dan kedudukan ini sudah tampak jelas pada
diri Adam (QS Al-An’am [6]:165 dan QS Al-Baqarah [2]:30) di sisi Allah
menganugerahkan kepada manusia segala yang ada dibumi, semula itu untuk
kepentingan manusia (ia menciptakan
untukmu seluruh apa yang ada dibumi ini. (QS
Al-Baqarah [2]:29). Maka sebagai tanggung jawab kekhalifahan dan tugas
utama umat manusia sebagai makhluk Allah, ia harus selalu menghambakan
dirinyakepada Allah Swt.
Untuk mempertahankan posisi manusia tersebut, Tuhan menjadikan alam ini lebih
rendah martabatnya daripada manusia.
Oleh karena itu, manusia diarahkan Tuhan agar tidak tunduk kepada alam, gejala
alam (QS
Al-Jatsiah [45]:13) melainkan hanya tunduk kepada-Nya saja sebagai
hamba Allah (QS Al-Dzarait [51]:56). Manusia harus menaklukanya, dengan
kata lain manusia harus membebaskan dirinya dari mensakralkan atau menuhankan
alam.
Jadi dari uraian tersebut diatas bisa ditarik kesimpulan secara singkat
bahwa manusia hakikatnya adalah makhluk biologis, psikolsogi dan sosial yang
memiliki dua predikat statusnya dihadapan Allah sebagai Hamba Allah (QS
Al-Dzarait [51]:56) dan fungsinya didunia sebagai khalifah Allah (QS Al-Baqarah [2]:30); al-An’am [6]:165),
mengantur alam dan mengelolanya untuk mencapai kesejahteraan kehidupan manusia
itu sendiri dalam masyarakat dengan tetap tunduk dan patuh kepada sunnatullah.
PENGERTIAN MANUSIA SECARA ISLAM
Hakikat Manusia
Ketika berbicara
tentang manusia, Al-Qur’an
menggunakan tiga istilah pokok. Pertama, menggunakan kata yang terdiri atas
huruf alif, nun, dan sin, seperti kata insan, ins, naas, dan unaas. Kedua,
menggunakan kata basyar. Ketiga, menggunakan kata Bani Adam dan dzurriyat Adam.
Menurut M.
Quraish Shihab, kata basyar terambil dari akar kata yang bermakna
penampakan sesuatu dengan baik dan indah. Dari akar kata yang sama lahir kata
basyarah yang berarti kulit. Al-Qur’an
menggunakan kata basyar sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan sekali dalam
bentuk mutsanna untuk menunjuk manusia dari sudut lahiriahnya serta
persamaannya dengan manusia seluruhnya. Dengan demikian, kata basyar dalam
Al-Qur’an menunjuk pada dimensi material manusia yang suka makan, minum, tidur,
dan jalan-jalan. Dari makna ini lantas lahir makna-makna lain yang lebih
memperkaya definisi manusia. Dari akar kata basyar lahir makna bahwa proses
penciptaan manusia terjadi secara bertahap sehingga mencapai tahap kedewasaan.
AGAMA
Pengertian Agama
Kata agama dalam bahasa
Indonesia berarti sama dengan “din”
dalam bahasa Arab dan Semit, atau dalam bahasa Inggris “religion”. Dari arti bahasa (etimologi) agama berasal dari bahasa
Sansekerta yang berarti tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi turun temurun.
Sedangkan kata “din”
menyandang arti antara lain menguasai, memudahkan, patuh, utang, balasan atau
kebiasaan.
Secara istilah
(terminologi) agama, seperti ditulis oleh Anshari
bahwa walaupun agama, din, religion,
masing-masing mempunyai arti etimologi sendiri-sendiri, mempunyai riwayat dan
sejarahnya sendiri-sendiri, namun dalam pengertian teknis terminologis ketiga
istilah tersebut mempunyai makna yang sama, yaitu:
a. Agama, din, religion adalah satu sistem credo (tata keimanan atau tata
keyakinan) atas adanya Yang Maha Mutlak diluar diri manusia;
b. Agama juga adalah sistem ritus (tata
peribadatan) manusia kepada yang dianggapnya Maha Mutlak tersebut
c. Di
samping merupakan satu sistema credo dan satu sistema ritus, agama juga
adalah satu sistem norma (tata kaidah
atau tata aturan) yang mengatur hubungan manusia sesama manusia dan
hubungan manusia dengan alam lainnya, sesuai dan sejalan dengan tata keimanan
dan tata peribadatan termaktub diatas.
Menurut Durkheim, agama adalah sistem
kepercayaan dan praktik yang dipersatukan yang berkaitan dengan hal-hal yang
kudus. Bagi Spencer, agama adalah kepercayaan terhadap sesuatu yang Maha
Mutlak. Sementara Dewey, menyatakan bahwa agama adalah pencarian manusia
terhadap cita-cita umum dan abadi meskipun dihadapkan pada tantangan yang dapat
mengancam jiwanya; agama adalah pengenalan manusia terhadap kekuatan gaib yang
hebat.
Dengan demikian, mengikuti pendapat
Smith, tidak berlebihan jika kita katakan bahwa hingga saaat ini belum ada
definisi agama yang benar dan dapat ditarima secara universal.
Fungsi
Agama
· Sumber pedoman hidup
bagi individu maupun kelompok
· Mengatur tata cara
hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia.
· Merupakan tuntutan
tentang prinsip benar atau salah
· Pedoman mengungkapkan
rasa kebersamaan
· Pedoman perasaan keyakinan
· Pedoman keberadaan
· Pengungkapan estetika (keindahan)
· Pedoman rekreasi dan hiburan
· Memberikan identitas
kepada manusia sebagai umat dari suatu agama.
KARATERISTIK AGAMA
Karakteristik agama dalam
kehidupan manusia seperti halnya bangunan yang sempurna. Seperti dalam salah
satu sabda nabi Muhammmad,bahwa beliau adalah penyempurna bangunan agama tauhid
yang telah dibawa oleh para nabi dan rosul sebelum kedatangan beliau.
Layaknya sebuah bangunan agamapun
harus memiliki rangka yang kokoh, tegas, dan jelas. Rangka yang baik adalah
rangka yang menguatkan bangunan yang akan dibangun diatasnya. Memiliki ukuran
yang simetris satu sama lainnya. Komposisi bahan yang tepat karena berperan
sebagai penopang. Oleh sebab itu, kerangka harus memiliki luas yang cukup atau
memiliki perbandingan yang sesuai dengan bangunannnya. Itulah sebaik-baiknya
agama dengan demikian agama pada dasarnya berperan sebagai pedoman kehidupan
manusia, untuk menjalani kehidupannya dibumi. Manusia akan kehilangan pedoman
atau pegangan dalam menjalani kehidupan di dunia bila tidak berpedoman pada
agama. Dewasa ini agama mengalami beralih dan berpedoman kepada akal logikanya.
Padahal akal dan logika manusia memiliki keterbatasan yaitu keterbatasan
melihat masa depan. Sedangkan agama telah disusun sedemikian rupa oleh sang
pencipta agar menjadi pedoman sepanjang hayat manusia. Akibat dari skularisme
ini mnimbulkan gaya hidup baru bagi kaum muslim yakni gaya hidup hedomisme dan
pragmatis.
Adapun karakteristik agama pada umumnya adalah sebagai berikut:
1. Agama adalah suatu sistem tauhid atau sistem ketuhanan(keyakinan) terhadap
eksistensi suatu yang absolut(mutlak), diluar diri manusia yang merupakan
pangkal pertama dari segala sesuatu termasuk dunia dengan segala isinya.
2. Agama merupakan sistem ritual atau peribadatan(penyembahan) dari manusia kepada
suatu yang absolut.
3. Agama adlah suatu sistem nilai atau norma (kaidah) yang menjadi pola hubungan
manusiawi antara sesama manusia dan pola hubungan dengan ciptaan lainnya dari
yang absolut.
HUBUNGAN AGAMA DENGAN MANUSIA DALAM
KEHIDUPAN
Agama dan kehidupan
beragama merupakan unsur yang tak terpisahkan dari kehidupan dan sistem budaya
umat manusia. Sejak awal manusia berbudaya, agama dan kehidupan beragama
tersebut telah menggejala dalam kehidupan, bahkan memberikan corak dan bentuk
dari semua perilaku budayanya. Agama dan perilaku keagamaan tumbuh dan
berkembang dari adanya rasa ketergantungan manusia terhadap kekuatan goib yang
mereka rasakan sebagai sumber kehidupan mereka. Mereka harus berkomunikasi
untuk memohon bantuan dan pertolongan kepada kekuatan gaib tersebut, agar
mendapatkan kehidupan yang aman, selamat dan sejahtera. Tetapi “apa” dan
“siapa” kekuatan gaib yang mereka rasakan sebagai sumber kehidupan tersebut,
dan bagaimana cara berkomunikasi dan memohon peeerlindungan dan bantuan
tersebut, mereka tidak tahu. Mereka hanya merasakan adanya da kebutuhan akan
bantuan dan perlindunganya. Itulah awal rasa agama, yang merupakan desakan dari
dalam diri mereka, yang mendorong timbulnya perilaku keagamaan. Dengan demikian
rasa agama dan perilaku keagamaan (agama dan kehidupan beragama) merupakan
pembawaan dari kehidupan manusia, atau dengan istilah lain merupakan “fitrah” manusia.
Perkembangan
Agama Dan Kehidupan Budaya Manusia
Pada tahap awalnya
nampak bahwa agama mendominasi kehidupan budaya masyarakat, kemudian dengan
adanya perkembangan akal dan budidaya manusia, maka mulai nampak gejala
terjadinya proses pergeseran dominasi agama tersebut, yang pada giliran
selanjutnya tersingkirkan dalam kehidupan budaya suatu masyarakat. Namun
demikan dengan tersingkirnya dominasi agama itu, maka pertumbuhan dan
perkembangan sistem budaya dan peradaban manusia nampak menjadi kehilangan arah
dan tujuannya yang pasti, sehingga mereka memerlukan lagi terhadap agama, bukan
sebagai yang mendomianasi, tetapi sebagai petunjuk da pengarah kehidupan
mereka.
Perkembangan agama
dan kehidupan budaya umat manusia dalam proses sejarah yang panjang tersebut
dapat dilihat secara selintas pada pertumbuhan dan perkembangan manusia secara
individual. Pada tahap awalnya kehidupan manusia diliputi oleh ketidak-tahuan
dan ketidak-berdayaan, sehingga sifat ketergantungan pada orang tua (yang
memelihara) sangat menonjol. Setelah akal fikiran dan kemampuan budidayanya
tumbuh dan berkembang, maka sifat ketergantungan itu semakin berkurang, dan
setelah menginajak dewasa sifat kemandiriannya inilah manusia memerlukan adanya
pedoman hidup, karena tanpa pedoman/tujuan yang pasti, maka kemandirian akan
menimbulkan kekacauan dan malapetaka dalam kehidupan manusia. Kemudian pada
masa tua, dimana kemampuan akal fikiran dan budidaya manusia sudah mulai
berkurang, maka manusia memerlukan kembali tempat bergantung yang pasti sebagai
tempat kembali.
Kalau di hubungkan
dengan hukum perkembangan, ketiga tahap perkembangan jiwa atau masyarakat/budaya
manusia itu adalah pada tahap awal (masa
kanak-kanak) disebut dengan tahap teologik,
fiktif; masa remaja (masa tumbuh dan berkembangnya pemikiran
abstrak) sebagai tahap metafisik
atau abstrak; dan masa dewasa sebagai tahap
positif atau riil.
Sedangkan masa tua sebagai kelanjutan perkembangan lebih lanjut dari tahap
positif atau riil tersebut.
KESIMPULAN
Manusia hakikatnya adalah makhluk
biologis, psikolsogi dan sosial yang memiliki dua predikat statusnya
dihadapan Allah sebagai Hamba Allah dan fungsinya didunia sebagai khalifah Allah), mengantur alam dan
mengelolanya untuk mencapai kesejahteraan kehidupan manusia itu sendiri dalam
masyarakat dengan tetap tunduk dan patuh kepada sunnatullah. Rasa agama dan
perilaku keagamaan (agama dan kehidupan
beragama) merupakan pembawaan dari kehidupan manusia, atau dengan istilah
lain merupakan “fitrah” manusia.